Rabu, 14 Agustus 2013

Avelin - Waiting For The Ending


“ beritahu aku, bagaimana akhir kisah ini ? “

                Avelin Naura, itulah namaku. Aku selalu merasakan bahagia, tapi itu semua terjadi hanya dimasa lampau. Kini, aku hanyalah gadis yang kesepian dan terkadang tak pernah tersenyum. Lekukan indah bibirku ini dulu sering menghiasi wajahku, saat bertemu dan dekat dengannya. Namanya Dera, lelaki seusiaku yang hidup dijalanan. Ia sering mengantarkan koran atau majalah, terkadang ia juga sering menjadi kasir di sebuah minimarket kompleks rumahku. Pertama aku mengenalnya pada saat ia duduk dipinggir jalan dan rantai sepedaku terlepas. Aku terbiasa bersepeda untuk berkeliling kompleks rumahku. Saat kejadian yang tak ku inginkan itu terjadi disanalah Dera membantuku. Aku masih ingat semua percakapan kami dipertemuan pertama itu.
“ Bisa saya bantu non ? “
“ Iya mas, tolong benerin rantai sepedanya ya ? “
“ Baik non, tunggu sebentar. “
                Ia sibuk membenarkan rantai sepedaku. Selama itu pula aku merasa mengenalinya, seseorang yang tak asing lagi bagiku. Semua pikiran tentangnya terasa samar. Aku merasa mengenalnya akan tetapi akupun tak ingat sama sekali siapa dia. Tak lama kemudian
“ Ini udah bener non “
“ Ah,jangan panggil aku non gitu. Kita kayaknya seumuran. Namaku Avelin. Kamu ? “
“ Aku Dera non “
“ Btw, makasih ya Dera udah bantu aku. Kamu baru pulang kerja ya ? “
“ Iya Non “
“ Beli Ice cream yuk? “
“ Maaf non saya harus pulang, lain kali saja atuh “
“ Yaudah, hati-hati dijalan ya Dera “
               

                Sejak pertemuan itu aku merasa penasaran dengan sosoknya. Seperti teman lama, hanya saja seakan tak pernah saling kenal. Setiap sore aku selalu berkeliling taman, berharap bisa bertemu dia lagi. Namun aku tak pernah menemukannya sejak pertemuan pertama itu, dimanakah Dera ? Berhari-hari aku menunggu akhirnya pertemuan kami yang kedua pun terjadi. Saat itu ia sedang menunggu di halte bus didekat kompleks, wajahnya pucat pasi seperti mayat hidup.
“ Dera ? “
“ Avelin? “
“ Kamu sakit Der? “
“ Iya, cuman demam. Udah empat hari ini, makanya ini mau pulang aja kerumah “
“ Aku anterin ya ? “
“ Ngga deh Lin, makasih “
“ Kamu ngga boleh nolak! “
                Dengan sedikit paksaan akhirnya dia mau aku antar sampai kerumah. Ku urungkan niat Dera untuk pulang dengan bus. Aku langsung menelpon supirku dirumah agar menjemput kami. Selama diperjalanan pulang Dera menggigil kedinginan, akan tetapi tubuhnya mengalami demam tinggi. Ku pikir dia perlu perawatan khusus sesampainya dirumahnya nanti.
                Saat tiba dirumahnya, ku dapati rumah yang sangat mewah melebihi rumah ku di kompleks. Kami pun turun dari mobil, lalu Dera mengetuk pintu rumah besar itu.
“ Den Dera, aduh Aden kenapa pucat begini ? ngga makan? Sakit Den ? “
Aden? Berarti ini rumahnya, dan yang membukakan pintu ini adalah Bibik nya.
“ Dera nya sakit Bik, demam tinggi. Telepon dokter ya ? “
“ Iya non. Ayuk masuk Den “
                Aku dan Bibik memapah Dera menuju ruang tamu. Rumah itu cukup megah, namun dalamnya seperti rumah-rumah orang pada umumnya saja. Tak ada yang istimewa. Namun aku terkesima melihat sebuah foto dengan figura yang mewah terpajang besar di dinding ruang tamu itu. Sebuah foto keluarga yang sederhana namun seperti berbicara dan memiliki nyawa. Foto itu melukiskan kebersamaan antara Dera dan keluarganya, berlokasi di sebuah pantai,gunung,sawah,dan pemakaman. Ya, itu sebuah foto kolase dari berbagai tempat yang digabungkan menjadi satu figura. Hatiku bertanya-tanya mengapa harus ada foto pemakaman di kolase itu ?



                Hari ini aku akan menjenguk Dera, membawakan sekeranjang buah dan serangkaian bunga mawar putih, ku harap Dera menyukainya. Saat aku ingin mengetuk pintu rumah Dera, tiba-tiba terdengar suara tangis seorang perempuan. Sayup-sayup suara itu terdengar, akupun langsung membuka pintu rumah itu. Betapa terkejutnya aku harus mendapati Dera tergeletak dilantai dengan darah yang masih segar.
“ Bik...Dera kenapa ?”
“ Den Dera jatuh non. Bibik tadi ngambilin obat. Ternyata Den Dera mau pergi keluar “
Isak tangis Bibik tedengar sangat menyayat hati. Tanpa sebab akupun ikut menitikkan air mata.Mawar putih yang ku bawa tadi terjatuh dan berubah menjadi merah karena tercampur dengan darah Dera. Akupun membawa Dera kerumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis.
                Detak jantungku semakin kencang. Perasaan tak karuan terus bercampur dengan air mata ini. Isak tangis terus terdengar dari Bibik Dera. Kemana ayah dan ibunya ? Saudaranya? Mengapa tak kemari ? Akupun memberanikan diri untuk bertanya pada Bibik.
“ Bik. Dera itu anak tunggal ? Orang tuanya kemana ? “
“ Ngga non. Den Dera itu kembar dan punya satu saudari perempuan. Orang tuanya bercerai dan mereka tidak tinggal di Indonesia lagi “
“ kembar ? siapa kembarannya Bik? Saudarinya? “
“ Iya, Dera itu kembaran Dana. Dan saudarinya bernama Avelina”
“Avelina? Mirip namaku ya bik. Aku Avelin tanpa huruf a diakhirnya. Lalu dimana saudara-saudari Dera ? mengapa ia tinggal sendirian dirumah besar itu ? “
“ Avelina itu anak angkat saja non. Ia sekarang sekolah di Belanda. Sedangkan Dana, sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Setahun sebelum Dana meninggal, bapak dan ibu bercerai entah karena apa. Den Dana meninggal karena sakit. Keadaan semakin kacau setelah Dana meninggal non”
                Aku terpaku mendengarkan kisah hidup Dera. Avelina? Nama yang sangat mirip denganku. Aku juga pernah bersekolah di Belanda. Tapi aku tahu, Avelina bukanlah aku. Nama kami hanya mirip dan sama mengenal Dera. Aku memang tidak sempat mengenal Dera dengan detail,tapi untuk saat ini aku akan terus menunggunya. Aku selalu berharap jika ia segera sadar dari tidur panjangnya.


                Aku tak pernah mengerti apa yang dirasakannya. Apa yang dideritanya. Karena aku tak pernah siap jika mengetahui lalu takut kehilangannya. Semua hari-hari yang ku lalui dengan Dera selalu ku tulis dibuku catatan kecilku, hanya catatan bukan diary. Berhari-hari aku dirumah sakit, berhari-hari pula Dera tak kunjung sadar. Apakah ia sudah meninggal? Belum! Denyut nadinya masih ada, detak jantungnya masih berdetak (walau lemah) dan darahnya masih mengalir. “teman kamu ini sedang koma dek” kata seorang perawat saat aku menyeka tangan Dera.
                Dengan sabar ku lalui hari-hari dirumah sakit ini dengan menunggu Dera. Aku selalu meyakini jika ia akan sadar sesegera mungkin. Dan setiap hari pula aku menuliskan banyak kata di buku catatan kecil ku ini. Berharap saat Dera sadar ia akan tahu betapa aku mencintainya sejak pertama bertemu. Tapi, akankah itu semua bisa ku lakukan ? dan apakah ini cinta?

Dera... sejak mengenalmu aku terus memikirkanmu. Sejak hari itu kau membuatku penasaran. Aku seperti mengenalmu namun aku tak mampu mengingatnya. Nama saudarimu mirip denganku Avelina. Mungkin aku ditakdirkan untuk menggantikan Avelina dihidupmu, namun aku tak berharap jadi adikmu...aku berharap lebih. Aku yakin kau tahu itu Dera. Selama kau tak pernah bangun, aku terus disini menemanimu, dan saat kau membaca ini masihkah nafasmu berhembus ?

Untuk segala penantian tak berujungku
Seperti apakah akhir kisah ini ?
Aku akan terus menunggu akhir kisah ini

Salam hangat dari orang yang mencintaimu Avelin






ku dedikasikan untuk semuanya yang pernah menanti dan menunggu
jangan pernah lelah dan takut menjalani akhir kisah ini  :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar