Sabtu, 01 Desember 2012

Tentang Cinta


I haved loved you for a thousand years
I’ll loved you for a thousand more

                Suara Chirtina Perri mengalun indah ditelingaku. Menemaniku di ruangan yang sepi ini. Kaca jendelaku basah. Penuh embun. Setiap pagi aku selalu begini. Menghirup udara bebas, menyuruput kopi hangat, ditemani oleh embun dan sesekali kicauan burung yang terbang bebas. Tapi pagi ini aku sedang ditemani alunan nada dan lirik yang indah milik Christina Perri.
                Saat sedang santai. Menikmati ketenangan di pagi hari. Tiba-tiba sebuah SMS membuyarkan ketenanganku. Dari seseorang yang jauh dariku.
“ selamat pagi cinta? Bagaimana kabarmu pagi ini? “
                Aku tersenyum tipis membaca kalimat di layar handphoneku. Dengan nama kontak ; Riza. Dia kekasihku. Berjarak ribuan kilometer dari tempatku berada. Ia orang yang ku cintai. Dengan jarak yang selalu jadi alasan untuk saling merindukan.
“ selamat pagi juga cinta. Puji Tuhan baik. Semua menyenangkan pagi ini. Kamu? “-balasku
“ Alhamdulillah,aku juga baik kok. Jangan lupa makan ya. Jangan lupa pagi ini ke Gereja. Aku kuliah dulu ya. See u later dear. Ntar kalo aku udah nyampe,aku telepon kamu.”-balasnya.
“ iya sayang,kamu juga jangan lupa sholat Jum’at ya. Jangan lupa makan. Aku sayang kamu.”-balasku
“ Me too.” Balasnya.
                Kami adalah pasangan beda agama. Dengan jarak yang membentang. Tak meruntuhkan kepercayaan yang terbangun saat pertama kali mengikat janji dalam hubungan yang mungkin tabu. Aku terlahir dilingkungan agama katolik taat. Dan dia dilahirkan dilingkungan Islam yang kuat. Aku dan dia bagai dua orang yang berusaha memanjat langit yang tak bertiang. Sejauh ini aku dan dia sudah satu tahun lebih bersama. Dalam segala perbedaan yang ada. Dalam jarak yang tak kunjung mendekat. Dan aku Celia,dia Riza. Kami masih saling menjaga.
“ sayang,jangan lupa alkitabmu. Rosariomu. Yang khusyu’ ya” lembut suaranya ditelingaku
“ iya. Take care sayang. See you. “ jawabku seadanya
                Berat rasanya mengakhiri percakapan via telepon ini. Aku masih rindu dia. Tapi aku sudah di depan gereja. Dan dia harus pulang kerumah. Memang sulit menjalani segala sesuatu yang berbeda. Aku dan Riza baru bisa bertemu minggu depan. Ah,rasanya waktu satu minggu itu bagiku sungguh menyiksa. Harus bisa menahan rindu yang menggebu. Harus bisa menunggu hari berganti. Sulit,bagiku itu sulit. Karena rindu ini sudah tak sabar ingin menemui tuannya. Ia sudah tak bertemu selama dua bulan. Rindu semakin membuncah saja setiap harinya.

Satu minggu kemudian
“ setelah ini kamu kemana? “
“ biasa sayang,aku kebaktian. Antar aku ya? “
“ sip deh. Ntar aku tunggu ditempat biasa. Trus baru kita ngobrol lagi.”
“ iya. Tapi kamu ngga apa-apa harus nunggu aku? “
“ nggak apa-apa kok sayang. Kamu harus mendahulukan yang menciptakanMu. “
“ ok. See you darl. “
“ see u later. I’m wait.”
                Baru sebentar kami bersama. Aku harus kebaktian di gereja. Dan dia tak pernah mau aku meninggalkan apa yang menjadi kewajibanku. Ia rela menungguku.
                Setelah dua bulan tak bertemu hari ini rindu itu bertemu dengan tuannya. Tak banyak yang ia lakukan. Ia hanya menikmati setiap detik bersama tuannya. Karena setiap detik yang dilewati adalah hal indah yang mungkin takkan dua kali terulang.
“ Yuk pulang “
“ ok. Tapi ntar mampir ke mesjid dulu ya belum sholat isya nih “
“ iya sayang “
                Setelah menungguku kebaktian dan menunggunya sholat isya. Kami melanjutkan melepas rindu kami. Aku dan Riza memutuskan untuk mampir ke tempat dimana kami bisa menghirup aroma ketenangan ; bau teh dan kopi. Aku dan Riza adalah penikmat kopi tingkat akut. Kafein yang ada didalam kopi sanggup membuat apapun yang terasa menyedihkan jadi bahagia.
“ kamu pesan apa? “
“ kali ini aku teh aja. Greentea ya.”
“ loh tumben? “
“ hhee,aku udah ngopi tadi waktu nunggu kamu”
“ oh yaudah. Mau pesen makan? “
“ Pie Apple aja ya,laperrrr...hhee”
“ oke deh. Greentea,Vanila latte,Apple Pie”
                Sembari menunggu pesanan kami berbincang santai. Membicarakan yang tak pernah tersampaikan. Membicarakan tentang hubungan yang rumit ini. Sudah dua tahun. Cukup lama. Dan Riza sudah mempunyai pekerjaan. Kuliahnya tinggal menunggu wisuda. Dan aku sudah bekerja setelah lulus SMA dikantor Papa sebagai Kepala Divisi Perencanaan. Kami sudah cukup mapan. Niat untuk menikahpun selalu jadi khayalan yang sangat menyenangkan. Akan tetapi tak semudah berkhayal. Dalam kenyataan aku dan Riza terlalu rumit untuk bisa bersama. Bagaimana bisa manusia menyatukan yang sudah di takdirkan Tuhan untuk berbeda? Bagaimana bisa manusia yang hanya beralaskan cinta bisa begitu saja bisa bersama dalam sebuah perbedaan yang tak sewajarnya? Tak habis pikir rasanya saat aku menalar semua ini.
“ gimana kuliah kamu? Lancar?”
“ puji Tuhan lancar. Cuman kalo masalah kerjaan aku lagi pusing nih. Anak buahku banyak yang baru dan belum banyak yang bisa dipercaya buat bantu kerjaan aku. Ribet banget deh semenjak karyawan lama aku sekarang pindah divisi”
“ ya dilatih dong. Kamu kan bos nya jadi ajarin mereka. Biar bisa secepatnya bantu kamu.”
“ iya sayang”
                Makanan sudah didepan mata. Aku melipat tangan. Ia menengadahkan tangan. Tujuan kami sama. Mengucap rasa syukur kepada Tuhan. Dengan sebutan yang berbeda. Dengan bahasa yang tak sama. Selesai berdoa ku lihat ia dengan lahapnya menyantap setiap potongan demi potongan Apple Pie yang dipesannya. Aku tahu dia lapar. Karena sudah menungguku. Terlebih karena dia baru saja sampai ke tempatku,dan aku langsung menculiknya. Rindu memang kejam. Ia selalu egois untuk dirinya sendiri. Ia tak peduli bagaimana sang tuan. Yang ia tahu hanyalah kebersamaan.

Hari kedua dia ditempatku
                Pagi sekali aku sudah dibangunkan oleh sebuah telepon dari Riza. Ia memintaku untuk membuka pintu rumahnya. Akupun segera beranjak dari tempat tidurku. Berlari menuruni anak tangga. Dan sampai didepan pintu utama. Ku buka dengan penasaran. DAR!!! A sweet morning!!! Ada bucket bunga mawar merah dan putih. Dan boneka teddy bear berukuran besar. Sebesar adikku yang berusia 6 tahun.
“ iiiiii bonekanya lucu. Dari siapa kak? “
“ ih kok kamu kok tiba-tiba muncul sih. Ngagetin tau! “
“ hee,maaf kak. Tapi itu dari siapa? Pacar kakak yaa? Hayoo? “
“ ih mau tahu aja. Kepo banget yaa”
“ ih kakak. Aku cuman nanya!!! “
“ yaudah mandi sana. Trus kita jalan hari ini. Ok? “
“ ok bos!!! “ 
----
               
                Saat jalan-jalan bersama adik dan kakak-ku aku bertemu Riza. Dia sedang bersama teman-temannya. Kami saling melihat. Tapi tak menyapa. Karena ia tahu aku sedang bersama adik dan kakak-ku dan tak mungkin baginya untuk tiba-tiba menghampiriku dan berkata sayang??!
“ kamu sama siapa aja tuh ?”
“ temen dong. Kenapa? “
“ ngga apa-apa. Kayaknya masing-masing sama pacarnya? Kamu ngga cemburu? “
“ ngga lah. Ngapain juga cemburu. Aku kan punya kamu”
“ maafin aku ya.”
“ buat apa?”   
“ ngga bisa nemenin kamu “
“ ngga apa-apa sayang. Toh tadi kita ketemu. Lusa aku pulang.”
“ Ok lusa. Besok kamu seharian sama aku ya.”
“ iya.”
                Di tempat yang sama. Di waktu yang sama. Aku hanya bisa berkomunikasi via SMS dengan kekasihku sendiri. Padahal ia di depan mataku. Ada. Nyata. Tak ada jarak. Ia duduk dibelakang kursiku. Kami makan ditempat yang sama. Di satu restaurant yang sama. Aku dekat dengannya. Tapi rasanya ada yang kurang. Sekalipun ia didekatku. “ Seharusnya dia disampingku. Bukan dibelakangku”
----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar